Periodisasi Masa Praaksara Berdasarkan Masa Bercocok Tanam
Periodisasi Masa Praaksara Berdasarkan Masa Bercocok Tanam
Salam Sahabat Pendidikan sekalian, kali ini kita akan membahas mengenai masa periodisasi praaksara berdasarkan perkembangan kehidupan dari “ Masa Bercocok Tanam”. Singkat waktu mari kita sama-sama menyimak ulasan berikut ini :
Setelah tahap hidup berburu dan mengumpulkan makanan dilampaui, manusia memasuki suatu masa yang disebut dengan masa bercocok tanam. Masa bercocok tanam diperkirakan semasa dengan Zaman Neolithikum. Pada masa ini, peradabat manusia sudah mencapai tingkat yang cukup tinggi. Manusia sudah memiliki kemampuan mengolah alam untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan bercocok tanam dan mengembangbiakkan binatang ternak. Manusia sudah hidup menetap dan tidak lagi berpindah-pindah. Mereka hidup menetap karena kebutuhan dan persedian makanan sudah tercukupi.
a. Kehidupan Ekonomi.
Pada bercocok tanam, manusia tidak lagi sepenuhnya bergantung pada alam. Manusia sudah mampu mengolah alam untuk memenuhi kebutuhan hidup. Kebutuhan makanan dipenuhi dengan cara membabat hutan dan semak belukar untuk ditanami berbagai jenis tanaman sehingga terciptalah ladang-ladang yang membarikan hasil pertanian. Selain bercocok tanam, mereka juga mengambangbiakkan binatang ternak seperti ayam, kerbau dan hewan ternak lainnya. Meskipun sudah bercocok tanam dan memelihara hewan ternak, kegiatan berburu dan mengumpulkan hasil hutan masih tetap dilakukan.
Manusia pada masa bercocok tanam diperkirakan sudah melakukan kegiatan perdagangan yang bersifat barter. Barang yang dipertukarkan pada waktu itu ialah hasil bercocok tanam, hasil kerajinan tangan seperti gerabah, dan beliung, atau hasil laut yang berupa ikan yang dikeringkan. Ikan laut yang dihasilkan oleh penduduk pantai sangat diperlukan oleh mereka yang bertempat tinggal di pedalaman.
b. Kehidupan Sosial
Hidup menetap pada masa bercocok tanam membarikan kesempatan bagi manusia untuk menata kehidupan secara teratur. Mereka hidup disuatu tempat secara berkelompok dan membentuk masyarakat perkampungan. Perkampungan pada masa bercocok tanam terdiri atas tempat tinggal sederhana yang didiami oleh beberapa keluarga dan dipimpn oleh kepala kampung. Biasanya kedudukan sebafai kepala kampung dijabat oleh orang yang paling tua dan berwibawa. Kepala kampung merupakan tokoh yang disegani, dihormati dan ditaati oleh penduduk kampung yang dipimpinnya.
Kegiatan –kegaitan dalam kehidupan perkampungan yang bertujuan untuk mencukupi kebutuhan bersama mulai diatur dan dibagi antar anggota masyarakat. Kegiatan yang banyak menghabiskan tenaga seperti membabat hutan, menyiapkan lading untuk ditanami, membangun rumah, atau membuat perahu dilakukan oleh laki-laki. Adapun perempuan melakukan kegiatan menabur benih diladang yang sudah disiapkan, merawat rumah dan kegiatran lainnya yang tidak memerlukan tenaga yang besar.
c. Kehidupan Budaya.
Pada masa bercocok tanam, manusia semakin mahir membuat alat-alat atau perkakas dan alat-alat yang dihasilkan sudah lebih halus dan fungsinya beraneka ragam. Ada yang berfungsi untuk kegiatan sehari-hari, ada yang berfungsi sebagai perhiasan, ada pula yang berfungsi sebagai alat upacara keagamaan. Alat-alat tersebut antara lain sebagai berikut :
- Kapak Persegi digunakan untuk mengerjakan kayu, menggarap tanah dan alat upacara keagamaan.
- Kapak Lonjong digunakan sebagai alat untuk menggarap tanah dan sebagai kapak biasa.
- Gerabah
- Alat pemukul kulit kayu digunaan untuk memukul-mukul kulit kayu hingga halus
- Perhiasan yang berupa gelang dari batu dan kulit kerang.
Pada masa bercocok tanam, berkembang kepercayaan bahwa roh seseorang tidak lenyap pada saat meningal dunia. Roh dianggap mempunyai kehidupan di alamnya sendiri. Oleh karena itu, diadakan upacara pada waktu penguburan. Orang yang meninggal dibekali dengan dengan bermacam-macam barang keperluan sehari-hari, seperti perhiasan dan periuk yang dikubur bersama-sama. Hal ini dimaksudkan agar perjalanan orang yang meninggal menuju alam arwah terjamin dengan sebaik-baiknya.
Pada masa ini, mulai berkembang pula tradisi pendirian bangunan-bangunan Megalitik ( bangunan besar dari batu ). Tradisi ini didasari oleh kepercayaan akan adanya hubungan antara yang hidup dengan yang mati, terutama kepercayaan tentang adanya pengaruh kuat dari orang yang telah mati terhadap kesejahteraan masyarakat dan kesuburan tanaman. Jasa seorang kerabat yang telah meninggal dunia diabadikan dengan mendirikan bangunan batu besar. Bangunan ini kemudian menjadi media penghormatan, tempat singgah, dan menjadi lambang bagi orang yang telah meninggal tersebut.
Demikainlah penjelasan singkat diatas semoga ada manfaatnya dan juga semoga dapat bernilai ibadah di sisi yang kuasa dan tak lupa kami ucapkan sakses selalu menyertai anda.
Terimakasih dan selamat belajar
Sumber : KEMENDIKBUD