Periode Perkembangan DEMOKRASI di INDONESIA
Perkembangan Demokrasi Indonesia
Pasang surut Demokrasi di Indonesia mulai terjadi pada masa kemerdekaan hingga pada saat ini dimana dalam perkembangannya, demokrasi Indonesia terbagi menjadi beberapa fase pelaksanaan yaitu :
- Demokrasi Parlementer 1945-1959.
- Demokrasi Terpimpin 1959-1966.
- Demokrasi Pancasila 1966-1998, dan
- Demokrasi Reformasi 1998- Sekarang ini.
1. Demokrasi Parlementer.
Pada periode ini, menurut UUD NRI 1945, demokrasi yang harus dilaksanakan adalah demokrasi indonesia dengan kabinet presidensial. Namun, dengan dikeluarkannya Maklumat Pemerintah pada 14 November 1945 terjadi perubahan dari kabinet menjadi demokrasi parlementer.
![]() |
Periode Perkembangan DEMOKRASI di INDONESIA |
Begitu pula pada kurun waktu pemberlakuan UUD RIS 1949. Indonesia dibagi dalam beberapa negara bagian dengan sisitem pemerintahan yagn dianut ialah Demokrasi Parlementer atau Sistem Demkrasi Liberal yang dijalankan oleh Perdana Meteri sedangkan Presiden hanya sebagai lambang, karena pda umumnya rakyat menolak RIS, Pada tanggal 17 Agustus 1950, Presiden Soekarno menyatakan kembali kepada bentuk Negara Kesatuan dengan UUDS 1950
Pada masa pemberlakuan UUDS 1950, demokrasi parlementer masih tetap di pertahankan, namun pada kenyataannya demokrasi ini tidak cocok dengan jiwa bangsa Indonesia. Hal tersebut menimbulkan terjadinya silih bergantinya kabinet, pembangunan negeri yang terhambat dan partai-partai lebih mementingkan kepentingan partai dan golongan. Oleh karena itu, Presiden menganggap bahwa keadaan ketatanegaraan Indonesia dalam keadaan berbahaya dan dapat mengancam persatuan dan kesatuan bangsa . Maka dari itu, pada tanggal 15 Juli 1959, Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang berisikan :
- Pembubaran badan konstituante
- Memberlakukan kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya UUD Sementara 1950
- Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS), dan
- Pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS).
Maka dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden ini maka Demokrasi Parlementerpun berakhir.
2. Demokrasi Terpimpin.
Di periode ini, Demokrasi Terpimpin sering juga disebut dengan Masa Orde Lama dimana UUD yang digunakan adalah UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan menggunakan sistem Demokrasi Terpimpin yang menyatakan bahwa Presiden tidak bertanggung jawab atas DPR dan Presiden serta DPR berada di bawah MPR.
Pengertian Demokrasi Terpimpin pada sila keempat Pancasila adalah dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, akan tetapi Presiden menafsirkan "terpimpin" yaitu "pimpinan terletak ditangan "Pemimpin Besar Revolusi" dengan demikian, maka pemutusan kekuasaan berada ditangan Presiden.
Terjadinya pemutusan kekuasaan yang di pegang atau berada di tangan Presiden, pda akhirnya menimbulkan penyelewengan dan penyimpangan terhadap Pancasila dan UUD 1945 yang mengakibatkan terjadinya perebutan kekuasaan pda tanggal 30 September 1965 (G30S/PKI) yang merupakan bencana nasional bagi bangsa Indonesia. Penyimpangan yang terjadi diantaranya adalah sebagai berikut :
- Presiden mengangkat anggota MPRS berdasarkan penetapan Presiden No.2 tahun 1959.
- Presiden membubarkan DPR pada tanggal 5 maret 1960 karena DPR tidak menyetujui RAPBN yang diajukan tahun 1960, dan Presiden membentuk DPR-GR pada tanggal 24 Juni 1960.
- Presiden melakukan pengintegrasian lembaga-lembaga negara berdasarkan Penetapan Presiden No. 94 tahun 1962 tanggal 6 Maret 1962, yaitu Ketua MPRS, Ketua DPR-GR dan Wakil Ketua DPA mendapat kedudukan sebagai Wakil Meteri Pertama, serta Ketua MA, wakil-wakil Ketua MPRS dan DPR-GR mendapat kedudukan sebagai Meteri.
- Pengangkatan Presiden seumur hidup melalui Tap.MPRS No. III/MPRS/1963.
- Penyimpangan politik luar negeri, dimana Indonesia, hanya bekerja sama dengan Negara Sosialis-Komunis dan melakukan konfrontasi dengan hampir semua negara barat.
- Presiden membubarkan Partai Masyumi dan Partai Sosial Indonesia yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila tetapi memberikan kesempaan berkembangnya partai komunis Indonesia yang jelas-jelas betentangan dengan nilai-nilai Pancasila.
Penyimpangan tersebut diatas, membuat stabitas politik dan kehidupan ketatanegaraan tidak berjalan sebagaimana mestinya, terutama pada masalah keamanan dan ketertiban masyarakat. Hal ini menjadi pemicu terjadinya puncak kekacauan dengan adanya peristiwa G30S/PKI sebagia pemberontakan yang dilakukan oleh PKI. Pemberontakan tersebut berikat pada gugurnya para Perwira Tinggi Angkatan Darat.
Keadaan negara yagn tidak stabil, menimbulkan reaksi dari berbagia kalangan masyarakat, terutama pada para pemudan, pelajar dan mahasiswa yang kemudian mengajukan tiga (3) tuntutan rakyat yang dikenal dengan peristiwa (TRITURA) dimana isi tuntutan tersebut adalah sebagai berikut ini :
- Bubarkan PKI
- Bersihkan Kabinet dari unsur PKI.
- Turunkan Harga dan perbaiki Ekonomi.
Tuntuntan tersebut mendapat tanggapan dari Pemerintah untuk mengambil langkah-langkah konkret, terutama dalam mencipatakan keamanan dalam negeri yang ditandai dengan dikeluarkannya Surat Perintah Sebelas Maret atau yang dikenal dengan (SUPERSEMAR) dari Presiden Soekarno kepada Jenderal Soeharto. Tak lama kemudian, masa kepemimpinan negara beralih dari Presiden Soekarno kepada Presiden Soeharto, yang pada masa itu dikenal juga dengan masa Orde Baru yang memiliki tekat untuk melaksanakan Pacasila dan UUD 1945 secara murni dan konsikuen.
3. Demokrasi Pancasila.
Periode ini dikenal juga dengan masa Orde Baru dimana pada masa ini, Demokrasi Pancasila berpangkal dari kekeluargaan dan gotong royong, sehingga dapat dirumuskan bahwa Demokrasi Pancasila berarti kedaulatan rakayat yang berdasarkan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dengan didasari oleh nilai-nilai ketuhanan, dengan menunjuk nilai-nilai kemanusiaan yang adil yan beradab, demi persatuan dan kesatuan bangsa untuk menciptakan keadilan sosial bagi seluruh trakyat Indonesia.
Didalam Demokrasi Pancasila, musyawarah untuk mufakat sangat diharapakan sebab setiap keputusan didalam musyawarah hendaknya dapat dicapai dengan mufakat. Tetapi jika tidak tercapai mufakat, maka pengambilan keputusan dapat ditempuh dengan pengambilan suara. Demokrasi berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 memiliki keutamaan atau keutamaan tertentu yaitu sebagai berikut :
- Mengutamakan pengambilan keputusan melalui musyawarah mufakat dalam semangat kekeluargaan.
- Mengutamakan keselarasan dan keseimbangan antara hak dan kewajiban, antara kepentingan pribadi dan kepentingan umum.
- Lebih mengutamakan kepentingan serta keselamatan bangsa diatas kepentingan pribadi dan golongan.
Pada proses pelaksanaannya, sebagai akibat dari kekuasaan dan masa jabatan Presiden yang tidak dibatasi periodenya, maka kekuasaan menumpuk pada Presiden, sehingga terjadilah penyelewengan atau penyalahgunaan kekuasaan. Tentunya hal ini ditandai dengan tumbuh suburnya korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Kebebasan untuk berbicara dibatasi yang berakibat pada praktik demokrasi yang semu dimana lembaga negara berfungsi sebagai alat kekuasaan Pemerintah. Dengan adanya penyelewengan tersebut maka lahirlah gerakan Reformasi yang dipelopori oleh mahasiswa yang menuntut reformasi dalam berbagia bidang yang berpuncak pada keputusan pengunduran diri Seoharto sebagai Presiden, kemudian digantikan oleh B.J Habibie yang pada saat itu menjabat sebagai Wakil Presiden.
4. Demokrasi Pancasila dan Reformasi.
Demokrasi yang dikembangkan pada masa reformasi, pada dasarnya berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945, dengan penyempurnaan pelaksanaannya dan perbaikan peraturan-peraturan yang tidak demokratis. Selain itu, dengan meningkatkan peran lembaga-lembaga negara dengan menegaskan fungsi, wewenang, dan tanggung jawab yang mengacu pada prinsip pemisahan kekuasaan dan tata hubungan yang jelas antara lembaga-lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif. Demokrasi Pancasila saat ini telah dimulai dengan terbentuknya DPR-MPR hasil pemilu 1999 yang memilih Presiden dan Wakil Presiden serta terbentuknya lembaga-lembaga tinggi yang lain.
Bergulirnya reformasi yang diiringi dengan perubahan dalam segala bidang kehidupan, menjadi pertanda tahap awal bagi transisi demokrasi di Indonesia. Sukses atau gagalya suatu transisi Demokrasi sangat bergantung pada beberapa hal berikut ini :
- Komposisi elite politik. Dalam demokrasi modern dengan bentuknya sebagai demokrasi perwakilan rakyat, mendelegasikan kedaulatan dan kekuasaannya kepada para elite politik.
- Desain institusi politik. Para elite politik mendesain institusi pemerintahan dan memiliki pengaruh besar dalam menetukan apakah demokrasi baru menjadi stabil , efektif, dan terkonsulidasi.
- Kultur politik atau perubahan sikap terhadap politik dikalangan elite dan nonelite.
- Peran Civil Society (masyarakat madani) untuk menciptakan kultur toleransi yang mengajarkan keterampilan dan nilai-nilai demokrasi, sikap kompromi, serta menghargai pandangan yang berbeda.
Demikian ulasan diatas, semoga ada manfaatnya untuk anda dan terimakasih.
Sumber : KEMENDIKBUD-RI_Jakarta,2018.
Kontributor Naskah : Ai Tin Sumartini dan Asep Sutisna Putra.
Penelaah : Kokom Kumalasari,dkk
Pe-Review : Satar Muharja.