Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jenis dan Metode Pembelajaran Terintegrasi

Jenis dan Metode Pembelajaran Terintegrasi

Pembelajaran terintegrasi dapat memberi pengalaman yang bermakna untuk peserta didik, sebab mereka mengetahui konsep-konsep, keterampilan-keterampilan dan nilai-nilai yang mereka pelajari dengan menghubungkannya dengan konsep dan kemampuan lain yang telah mereka pahami. Konsep, dan kemampuan tersebut bisa berasal dari satu bidang studi (intrabidang studi), bisa pula dari sejumlah bidang studi (antarbidang studi).

Pengalaman ini sangat dibutuhkan dalam kehidupan,melihat masalah yang di hadapi hanya mungkin dapat ditanggulangi secara tuntas dengan memanfaatkan sekian banyak  bidang ilmu secara interdisipliner atau multidisipliner.

A. Integrasi Pembelajaran (Bahasa Indonesia).

Salah satu tujuan utama mempelajari bahasa Indonesia yaitu untuk mempelajari bidang-bidang yang lain. Dengan maksud lain, belajar bahasa hendaknya fungsional, di samping menguasai kaidah bahasa, peserta didik mesti menggunakannya untuk sekian banyak keperluan, mengembangkan karakter yang baik, budi pekerti yang luhur, termasuk pula pengembangan  akhlak yang mulia. Misalnya agar subjek didik berperilaku jujur, pembelajaran bahasa bisa diberi muatan nilai-nilai kejujuran.

Jenis dan Metode Pembelajaran Terintegrasi
Jenis dan Metode Pembelajaran Terintegrasi
Kegiatan berbahasa yang mencakup beberapa hal yakni menyimak, membaca, berbicara, dan menulis, serta bentuk-bentuk linguistik yang dipelajari, mungkin pula kegiatan apresiasi sastra, dilakukan secara terpadu dengan dipayungi oleh tema-tema yang sekaligus  adalah nilai-nilai target yang ingin dikembangkan. Hal ini cocok dengan saran Hasley (1993: 364) bahwa dalam memilih tema-tema untuk edukasi pendidikan karakter mesti dengan kriteria ”an emotionally charged concern”, yang bisa menjadi memotivasi atau menjadi pengaruh terhadap tingkah laku.

B. Integrasi Pembelajaran (Ilmu Pengetahuan Alam).

Pentingnya sains, untuk pengembangan karakter penduduk masyarakat dan negara sudah menjadi perhatian semua pengembang edukasi sains di sejumlah negara, contohnya Amerika Serikat dan negara-negara anggota Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) melalui PISA (Rustaman, 2007: 24).

Sains dipercayai berperan urgen dalam pengembangan karakter penduduk masyarakat  dan negara, sebab kemajuan produk sains yang amat pesat, keampuhan proses sains yang bisa ditransfer pada sekian banyak  bidang lain, dan kekentalan muatan nilai, sikap, dan moral di dalam sains (Rutherford & Ahlgren, 1990).

Pembelajaran sains, sewajarnya dilakukan dengan teknik khusus, sehingga dapat menampilkan pembelajaran yang efektif. Selama ini, mayoritas dari sekian banyak pembelajaran termasuk  sains didasarkan pada tiga ranah Taksonomi Bloom, yakni kognitif, afektif dan psikomotorik dan telah dicoba  berorientasi baik pada pelajaran maupun proses.

Dalam pelaksanaannya, pembelajaran berbasis ranah Bloom  juga tidak sebanding  dan tidak holistik yakni umumnya yang hanya menitikberatkan pada ranah kognitif dan menghindari ranah afektif (Collete-Chiapetta, 1994:441), sampai-sampai pembelajaran berlangsung: 
  • Tidak menyenangkan yakni memunculkan sikap negatif terhadap ilmu sains; 
  • Pasif yakni didominasi ceramah guru;
  • Monoton yakni tidak memberi kesempatan pengembangan kreatifitas; dan 
  • Tidak efektif  yakni waktu yang disediakan belum maksimal termanfaatkan untuk pencapaian kompetensi peserta didik. 
Allan J. MacCormack dan Robert E. Yager (Prasetyo, 1998: 146-151) semenjak tahun 1989 mengembangkan a new “Taxonomy for Science Education”:. Lima ranah dalam taksonomi untuk edukasi sains ini lebih luas dan mendalam daripada contents and process, serta, di anggap sebagai perluasan, pengembangan dan pendalaman tiga ranah Bloom, yang dapat meningkatkan kegiatan pembelajaran sain di ruang belajar dan mengembangkan sikap positif terhadap mata pelajaran tersebut (Loucks-Horsley, dkk. 1990).

Oleh sebab itu, lima ranah untuk edukasi sains butuh dikembangkan sebagai acuan pengamalan pembelajaran sains di sekolah-sekolah, walaupun hingga saat ini, ketiga ranah Bloom saja belum optimal dimunculkan. Melalui materi sains berbasis lima bidang untuk edukasi sains peserta didik diinginkan tidak saja dapat menambah pengetahuan dan keterampilan, namun dapat pula mengembangkan  karakter peserta didik.

Bidang 1 – Knowing and Understanding (knowledge domain). Ranah ini termasuk: fakta, konsep, hukum (prinsip-prinsip), sejumlah hipotesis dan teori yang dipakai para saintis, dan masalah-masalah sains dalam kehidupan sosial.

Bidang 2 – Exploring and Discovering (process of science domain) ialah pemakaian sejumlah proses sains dengan tujuan belajar, yang terdiri dari :
  • Proses sains dasar: observasi, komunikasi, klasifikasi, pengukuran, inferensi, dan prediksi; dan
  • Proses sains terpadu: identifikasi variabel, penyusunan tabel data, penciptaan grafik, diskripsi hubungan antar variabel, penyediaan dan pemrosesan data, analisis investigasi, penyusunan hipotesis, pengertian operasional variabel, desain investigasi, dan eksperimen.
Bidang 3 – Imagining and Creating (creativity domain). 

Terdapat sejumlah kemampuan penting manusia dalam domain ini, yaitu: mengkombinasikan sejumlah objek dan gagasan melalui cara-cara baru; menghasilkan pilihan atau memakai objek yang tidak biasa digunakan; mengimajinasikan; memimpikan; dan menghasilkan ide-ide yang luar biasa.

Bidang 4 – Feeling and Valuing (attitudinal domain). 

Ranah ini mencakup: pengembangan sikap positif terhadap sains secara umum, sains di sekolah, dan semua guru sains; pengembangan sikap positif terhadap diri sendiri, contohnya ungkapan yang menggambarkan rasa percaya diri ”I can do it!”; pengembangan kepekaan, dan penghargaan, terhadap perasaan orang lain; dan pemungutan keputusan mengenai masalah-masalah sosial dan lingkungan. 

Bidang 5 – Using and Applying (application and connection domain). 

Beberapa ukuran domain koneksi dan penerapan yaitu : mengamati contoh konsep-konsep sains dalam kehidupan sehari-hari; merealisasikan konsep-konsep dan keterampilan-keterampilan sains yang sudah dipelajari untuk masalah-masalah teknologi sehari-hari; mengambil  keputusan  untuk diri sendiri yang sehubungan dengan kesehatan, gizi, dan gaya hidup menurut pengetahuan sains daripada berdasar dengan apa yang ”didengar” dan yang ”dikatakan” atau emosi; serta memadukan sains dengan subjek-subjek lain.

C. Integrasi Pembelajaran (Ilmu Pengetahuan Sosial).

Dalam kurikulum Pendidikan Nasional, Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) ialah ilmu yang mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang sehubungan dengan masalah sosial. Pada  jenjang  Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI) materi IPS memuat pelajaran Geografi, sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi.

Melalui materi IPS, peserta didik ditunjukkan untuk bisa menjadi penduduk negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggungjawab, serta menjadi penduduk dunia yang cinta damai. Oleh sebab tiu, Pembelajaran IPS dirancang guna mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan analisis terhadap situasi sosial masyarakat yang kompleks dan sering kali berubah (BSNP, 2006). 

Selanjutnya dikatakan bahwa IPS pada jenjang SD/MI bertujuan supaya peserta didik memiliki:

1.kemampuan mengenal konsep-konsep yang sehubungan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya,

2.kemampuan dasar untuk beranggapan logis dan kritis, ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan kemampuan dalam kehidupan sosial,

3.komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan, dan

4.kemampuan berkomunikasi, berkolaborasi dan bersaing dalam masyarakat yang majemuk di tingkat lokal, nasional, dan global.

Tujuan utama itu kemudian diulas menjadi berbagai  tujuan yang setiap aspek mencerminkan hasil belajar yang mesti diwujudkan. Dengan mempelajari IPS diinginkan agar para peserta didik pada jenjang sekolah dasar: 

1.mempunyai kesadaran diri yang tinggi, dapat mengklarifikasi nilai-nilai, dan mempunyai jati-diri yang mantap;

2.mempunyai pemahaman mengenai fenomena-fenomena pada masa lalu, tokoh-tokohnya dan perannya dalam mengukir kehidupan masa kini;

3.memahami dan dapat berkolaborasi dengan orang-orang yang mempunyai nilai-nilai dan gaya hidup yang berbeda;

4.memahami sistem kehidupan dalam kaitannya dengan distrik geografis, ekonomi, pemerintahan dan kebudayaan tertentu;

5.mampu secara berdikari melakukan investigasi terhadap sebuah masalah, dan memberikan solusi secara kritis;

6.mempunyai kesadaran terhadap kemungkinan-kemungkinan yang bakal muncul dan peran apa yang bisa disumbangkan;

7.menghargai usaha orang lain dalam rangka menambah kesejahteraan bersama;

8.memahami prosedur pemungutan keputusan yang melibatkan masyarakat dan dapat melakukannya; 

9.mampu memakai pendekatan kooperatif maupun kompetitif untuk menjangkau tujuan;

10.menyadari potensi yang terdapat pada dirinya dan orang-orang yang berhubungan dengan dirinya; dan

11.menghormati warisan kebudayaan dan lembaga adat, serta mempunyai wawasan guna melestarikannya (Ellis, 1998:3-4).

Tujuan-tujuan tersebut mewajibkan pembelajaran IPS mengintegrasikan nilai-nilai guna mengembangkan karakter warga negara yang baik. Beberapa pendekatan yang dapat dipakai untuk mengembangkan kemampuan menilai (valuing) dan moral reasoning  yaitu : cognitive-developmental approach, character development, values clarification , and values analysis (Skeel, 1995:196). Namun pendekatan yang di anggap efektif ialah pendekatan komprehensif seperti yang sudah disajikan pada bagian awal

Demikian ulasan tersebut diatas, semoga bermafaat dan terimakasih.
Sumber :
Rustaman, Nuryani Y. 2007. Basic Scientific Inquiry in Science Education and Its Assessment. Keynote Speaker in the First International Seminar on Science Education on "Science Education Facing Againt the Challenges of the 21st Century". Indonesia University of Education, Bandung: October 27, 2007.
Skeel, Dorothy J. (1995), Elmentary Social Studies: Challenges for Tomorrow's World, Orlando, Florida: Harcourt Brace & Company.
Zuchdi, Darmiyati. (2010). Educational humanization: Rediscovering Humane Education. Jakarta: Bumi Aksara.