Jangan Lakukan Hal yang Membatalkan Puasa Berikut Ini
Hal-Hal Apa Saja yang Membatalkan Puasa ?
Berkenaan dengan Pertanyaan tersebut diatas, berikut ini kita akan uraiakan satu persatu hal – hal yang dapat membatalkan puasa jika dilakukan yang diawali dengan hal berikut ini.
- 4 Hal Utama yang Membatalkan Puasa
1. Makan dan juga Minum.
Allah Ta’ala berfirman dalam Qur’an Surah Al-Baqarah yang artinya :
“Dan makan minumlah hinga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.” (QS. Al Baqarah: 187)
Ayat ini menjelaskan bahwa puasa adalah menahan diri dari makan dan minum. Jika orang yang berpuasa makan dan minum, batal-lah puasanya.
Ini dikhususkan jika makan dan minum dilakukan secara sengaja. Jika seseorang yang berpuasa lupa, keliru, atau dipaksa, maka puasanya tidak batal.
Dasarnya adalah Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam didalam Hadits Riwayat Imam Bukhari yang artinya :
![]() |
Jangan Lakukan Hal yang Membatalkan Puasa Berikut Ini |
Catatan : Selain hal tersebut diatas, Yang termasuk juga dalam hal makan dan minum adalah injeksi makanan melalui infus.
Jika seseorang diinfus dalam keadaan berpuasa, maka batal-lah puasanya karena injeksi semacam ini dihukumi sama dengan makan dan minum. (Lihat Shifat Shoum An Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, hal. 72)
2. Muntah Secara Sengaja.
Dari Abu Hurairah, dalam Hadits Riwayat Abu Daud, Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya :
“Barangsiapa yang dipaksa muntah sedangkan dia dalam keadaan puasa, maka tidak ada qodho’ (mengganti) bagi orang tersebut.
Namun, jika ia muntah (dengan disengaja), maka wajib baginya membayar qodho (mengganti) puasanya’.” (HR. Abu Daud no. 2380. Di Shahihkan oleh Syaikh Al Albani )
3. Haid dan juga Nifas
Dan jika seorang wanita mengalami haidh atau nifas di tengah-tengah puasanya baik di awal atau akhir hari puasa, maka wajib baginya untuk membatalkan puasanya.
Dan apabila ia tetap berpuasa, maka puasanya tersebut tidak sah.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda sebagaimana dalam Hadits riwayat Imam Bukhari, ketika berkhutbah Idul Fitri atau Idul Adha di hadapan para wanita, beliau
(Rasaulullah Saw) berkata yang artinya :
“Bukankah kalau wanita tersebut haid, dia tidak shalat dan juga tidak menunaikan puasa?” Para wanita menjawab, “Betul.” Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Itulah kekurangan agama wanita.” (HR. Bukhari no. 304)
Maka bagi wanita yang sedang haid ketika berpuasa wajib meng-qodho’ (mengganti) puasanya.
Dalam Hadits riwayat Muslim dan Bukhari dikatakan, “ Dari Mu’adzah,
beliau berkata, “ Aku bertanya kepada ‘Aisyah “ Mengapa wanita haidh harus meng - qodho’ puasanya dan tidak meng - qodho’ shalatnya ?
” Aisyah lantas menjawab, “ Apakah engkau seorang Haruriy (Khowarij) ? ” Lantas aku berkata, “ Aku bukan seorang Haruriy.
Aku hanya sekedar bertanya. ” Aisyah menjawab, “ Dahulu kami mengalami haidh. Kami diperintahkan meng - qodho’ puasa dan tidak diperintahkan untuk meng - qodho shalat.” (HR. Bukhari no. 321 dan Muslim no. 335)
4. Ber - Jima’ ( Bersetubuh ) pada Siang Hari Saat Berpuasa
Dalam Hadits riwayat Muslim dan Hadits riwayat Imam Bukhari dijelaskan bahwa :
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, “ Suatu hari kami duduk-duduk di dekat Rasulullah Saw, kemudian datanglah seorang pria menghadap beliau (Rasulullah Saw).
Lalu pria tersebut mengatakan, “ Wahai Rasulullah, celaka aku.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “ Apa yang terjadi padamu ?
” Pria tadi lantas menjawab, “ Aku telah menyetubuhi istri, padahal aku sedang puasa.” Kemudian Rasulullah Saw bertanya,
“ Apakah engkau memiliki seorang budak yang dapat engkau merdekakan? ” Pria tadi menjawab, “ Tidak ”.
Lalu Rasulullah Saw bertanya lagi, “ Apakah engkau sanggup berpuasa selama dua bulan berturut-turut ? ” Pria itu menjawab, “ Tidak ”.
Lantas beliau ( Rasulullah Saw ) bertanya lagi, “ Apakah engkau dapat memberi makan kepada 60 orang miskin ? ” Pria tadi juga menjawab, “ Tidak ”.
Abu Hurairah berkata, Rasululllah Saw lantas diam. Tatkala kami dalam keadaan demikian, ada yang memberi hadiah satu wadah kurma kepada Beliau (Rasulullah Saw).
Kemudian Rasulullah Saw berkata, “ Di mana orang yang bertanya tadi? ” Pria tersebut lantas menjawab, “ Ya, aku ” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,
“ Ambillah dan bersedakahlah dengannya ” Kemudian pria tadi mengatakan, “ Apakah akan aku berikan kepada orang yang lebih miskin dariku, wahai Rasulullah?
Demi Allah, tidak ada yang lebih miskin di ujung timur hingga ujung barat kota Madinah dari keluargaku.
” Rasulullah Saw lalu tertawa sampai terlihat gigi taringnya. Kemudian Rasulullah Saw berkata, “ Berilah makanan itu pada keluargamu.” (HR. Bukhari no. 1936 dan Muslim no. 1111)
Dari hadits di atas terdapat beberapa pelajaran penting. Orang yang menyetubuhi istrinya padahal dia dalam keadaan berpuasa, maka puasanya batal.
Orang yang seperti ini harus meng - qodho’ (mengganti) puasanya di luar Ramadhan.
Selain itu orang itu juga harus membayar khofaroh yaitu:
- Membebaskan seorang budak mukmin yang bebas dari cacat.
- Jika tidak mampu, maka berpuasa dua bulan berturut-turut.
- Jika tidak mampu, maka memberi makan kepada 60 orang miskin. Setiap orang miskin mendapatkan satu mud makanan. ( Syarh An - Nawawi ‘ala Muslim, 4/97 )
Hal ini diqiyaskan (dianalogikan) dengan bentuk utang-piutang dan hak-hak yang lain.
Menurut madzhab Imam Syafi’i dan salah satu pendapat dari Imam Ahmad, mengatakan bahwa wanita yang diajak bersetubuh di bulan Ramadhan tidak punya kewajiban kafaroh sama sekali, yang menanggung kafarohnya adalah suaminya.
Dengan Alasan bahwa :
- Dalam hadits di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memerintah wanita yang bersetubuh di siang hari untuk membayar kafaroh sebagaimana suaminya. Hal ini menunjukkan bahwa seandainya wanita memiliki kewajiban kafaroh, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentu akan mewajibkannya dan tidak diam.
- Kafaroh adalah hak harta. Oleh karena itu, kafaroh dibebankan pada laki-laki sebagaimana mahar. (Lihat Shohih Fiqih Sunnah, 2/108)
Akan tetapi wajib diketahui bahwa pembatal-pembatal ini tidaklah membatalkan puasa hingga terpenuhi tiga syarat:
Syarat Pertama (1) : Berilmu
Apabila seorang yang berpuasa melakukan salah satu pembatal di atas karena tidak tahu (jahil), baik jahil terhadap waktu atau hukum maka puasa tetap sah.
Syarat Kedua (2): Dalam Keadaan Ingat, Tidak Lupa
Seandainya seseorang yang berpuasa lupa ketika makan atau minum, maka puasanya tetap sah.
Syarat Ketiga (3): Berdasarkan Keingingan Sendiri Bukan Dipaksa
Seandainya seorang yang berpuasa melakukan salah satu pembatal di atas bukan atas kehendak atau pilihannya sendiri, maka puasanya sah.
Seandainya seseorang berkumur-kumur kemudian air masuk ke dalam perut tanpa kehendaknya, maka puasanya tetap sah (Lihat Majmu’ Fatawa dan Rosa’il Ibnu ‘Utsaimin, 17/143).
Demikian penjelasan singkat tentang hal –hal yang dapat membatalkan puasa tersebut diatas, semoga bermanfaat dan terimakasih.
Sumber : Panduan Ramadhan
Penulis : Muhammad Abdul Tuasikal.