Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Konsep Kebangsaan Setelah Kemerdekaan Tahun 1945

Menyambung dari materi sebelumnya yang membahas tentang konsep kebangsaan sebelum kemerdekaan, sesuai tema diatas maka kita akan lanjudkan kembali uraiannya dengan mengulas konsep kebangsaan di awal kemerdekaan sebagai berikut.

Berbeda dengan para tokoh – tokoh yang terlibat dalam BPUPKI ( badan penyidik usaha – usaha persiapan kemerdekaan Indonesia) dan PPKI ( panitia persiapan kemerdekaan Indonesia) yang merancang dasar – dasar negara Indonesia yang sekarang kita sebut dengan Pancasila dan UUD 1945, kita dapat mengetahui pendapat – pendapat yang dikemukakan dalam sidang – sidang melalui laporan yang terdapat dalam buku karangan Prof. Muhammad Yamin, Naskah Persiapan UUD 1945.


Konsep Kebangsaan Setelah  Kemerdekaan Menurut Para Ahli
Naskah Proklamasi

Sangat menarik, misalnya, mengikuti pendapat dari Prof. Dr. Soepomo dan Muhammad Yamin, yang keduanya berlatar belakang pendidikan di bidang hukum yang tentunya telah mengenal dengan baik konsep – konsep bangsa ( natie, nation), negara ( Staat – state), dan negara bangsa ( Nationale – staat, nation-State), dan istilah  - istilah politik  lainnya yang berhubungan dengan bangsa dan negara.

Ketika Soepomo mengutip dari pendapat Ernest Renan tentang pesyaratan suatu bangsa, yaitu; ‘keinginan untuk bersatu’ Yamin menganggap bahwa konsep Renan itu sudah kuno (lihat teori – teori kebangsaan). Bung Karno ketika gilirannya berbicara juga mengutip pendapat Otto Bauer tentang bangsa yang menurutnya juga sudah kuno:’ bangsa adalah satu persatuan perangai yang timbul karena persatuan nasib”.

Bung Karno menganggap bahwa persyaratan – persyaratan yang dikemukakan oleh Renan dam Bauer itu kurang lengkap. Ia selalu menambahkan unsur – unsur baru pada kedua konsep Renan dan Bauer tersebut, yaitu konsep tempat tinggal yang berasal dari ilmu geopolitik Karl Haushofer, yang menurut bung Karno belum ada di zaman Renan dan Baurer. 

- Konsep Kebangsaan Setelah  Kemerdekaan


Menurut Geopolitik yang diutarakan  oleh Bung Karno itu, bumi yang terdapat di antara ujung Sumatera hingga ke Irian itu adalah kesatuan bumi di Indonesia atas “ ketentuan Allah SWT”. Di diami oleh 70.000.000 manusia yang memiliki “ keinginan untuk bersatu” dan “ charaktergemeinschaft” (persamaan karakter). Selanujutnya , Bung Karno menganjurkan untuk “ mendirikan satu Nationale Staat, diatas kesatuan bumi Indonesia dari ujung Sumatera sampai di Irian.
Dalam pandangan Bung Karno, bentuk ideal suatu negara bukanlah negara yang rakyatnya hanya terdiri dari satu kelompok etnis saja (mono-ethnic state); “ Demikian pula bukan semua negeri – negeri di tanah air kita  yang merdeka di zaman dahulu, adalah nationale state. Kita hanya dua kali mengalami nationale state, yaitu zaman Sriwijaya dan di zaman Majapahit. 

Diluar dari pada kedua hal tersebut tidak ada yang mengalami nationale state. Saya berkata dengan penuh hormat kepad akita punya raja – raja dahulu, saya berkata dengan beribu- ribu hormat kepada Sultan Agung Hanjokrokoesoemo, bahwa Mataram, meskipun merdeka, bukanlah nationale state. 

Dengan perasaan hotmat kepada Prabu Siliwangi di Papajaran, saya berkata, bahwa kerajaannya bukan nationale state. Dengan rasa hormat saya kepada Prabu Sultan Agung Tirtayasa, saya berkata, bahwa Kerajaannya di Banten, meskipun merdeka, bukan pula nationale state. Begitu pula dengan Sultan Hasanuddin di Sulawesi yang telah membentuk Kerajaan Bugis, saya berkata bahwa tanah Bugis yang merdeka itu bukan nationale state” (Pidato Bung Karno 1 Juni 1945).

Konsep geopolitik seperti yang dikemukakan bung karno, yaitu “ kesatuan semua pulau – pulau Indonesia dari ujung Sumatera hingga ke Irian kemudian kita kembangkan dalam wawasan nusantara yang tercantum dalam GBHN tahun 1978 dan 1983. Wawasan nusantara mencakup “ perwujudan kepulauan nusantara sebagai suatu kesatuan politik, satu kesatuan sosial budaya, satu kesatuan ekonomi, satu kesatuan pertahanan dan keamanan”.

Sebagai dasar awal negara Indonesia yang akan dibentuk itu, Bung Karno mengusulkan dasar kebangsaan berikut ini: “ Kebangsaan Indonesia. Kebangsaan Indonesia yang bulat bukan kebangsaan Jawa, bukan kebangsaan Sumatera, bukan kebangsaan Borneo, Sulawesi, Bali, atau lain –lain, tetapi kebangsaan Indonesia, yang besama – sama menjadi dasar satu nationale state ( Bung Karno, 1 Juni 1945).

Dengan mengacu pada Ernest Renan dan Otto Bauer tersebut, Bung Karno menegaskan suatu yang amat penting, yaitu kesatuan bangsa Indonesia tidak bersifat alami, melainkan historis. Artinya yang mempersatukan masyarakat di bumi Indonesia adalah sejarah yang dialami bersama,sebuah sejarah pendirian, penindasan, perjuangan kemerdekaan dan tekat pembangunan kehidupan bersama. Dari “nasib” bersama itu tumbuh hasrat untuk tetap bersama. Itulah dasar kesatuan bangsa Indonesia, dengan demikian kesatuan Indonesia sebenarnya lebih merupakan kesatuan yang historis dan persatuan etis, bukan bersifat etnik atau ras tertentu.

Bangsa Indonesia terbetuk dari berbagai macam suku bangsa, berbagai kepentingan ekonomi, kepentingan agama yang secara historis adalah suatu berkah bahwa dari kebhinnekaan tersebut dapat didirikan suatu bangsa yang mempesatukan masyarakat di bumi Indonesia.

Dorongan persamaan nasib telah menjadi pemicu lahirnya kemerdekaan.perekat atau faktor integratif bangsa Indonesia adalah kesadaran masyarakat Indonesia yang saling menopang atau saling memerlukan dalam keanekaragaman masing – masing.

Demikianlah uraian singakt tentang Konsep Kebangsaan Setelah  Kemerdekaan tersbut diatas, semoga bermafaat dan terimakasih.
Sumber : Memupuk semangat kebangsaan (Susanto dan Hika D. Asril Putra, 2010)