Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jelaskan Budaya Politik Campuran Menurut Almond dan Verba

Budaya Politik Campuran Menurut Almond dan Verba.

Dalam kenyataannya, sangat sulit kita jumpai masyarakat atau bangsa yang hanya memiliki budaya politik parokial, subjek dan pastisipan, Sebab pada kenyataan secara umum, bahwa suatu bangsa juga banyak yang memiliki budaya politik campuran diantara ketiga budaya politik diatas.

Menurut Gabriel Almond dan Sidney Verba, bahwa terdapat 3 jenis budaya politik campuran yang diantaranya adalah;

  • budaya politik parokial subjek, 
  • budaya politik subjek partisipan, dan 
  • budaya politik parokial partisipan.
Defenisi-budaya-politik-serta-jenis - jenisnya.Klik.disini.

Jelaskan Budaya Politik Campuran Menurut Almond dan Verba
Budaya Politik Campuran dalam Masyarakat
1. Budaya Politik Parokial Subjek.

Maksud dari budaya politik parokial subjek, artinya bahwa masa peralihan dari parokial menuju subjek. Sebagian masyarakat masih menaruh perhatian pada hal – hal yang bersifat tradisional, sebagian lainnya menolak dan mengarah pada pemerintahan terpusat (otoritarian). 

2. Budaya Politik Subjek Partisipan.

Budaya Politik Subjek Partisipan adalah masa peralihan dari subjek ke partisipan. Sebagian masyarakat sudah beorientasi pada input (aktif dalam memberikan masukan) dan sadar sebagai warga negara yang aktif, 

Namun sebagiannya lagi masih berorientasi pada struktur pemerintahan yang otoriter, taat pada putusan dan pasif sebagai warga negara.

Pengertian-budaya-politik-menurut-ahlinya.Klik.disini.

3. Budaya Politik Parokial Partisipan.

Budaya Politik Parokial Partisipan, yaitu berada pada masyarakat yang masih berbudaya parokial, tetapi sistem dan norma – norma politik yang dikembangkan menuntut untuk berbudaya partisipan.

Selain dari budaya politik menurut Verba dan Almond, masih terdapat budaya politik lainnya yang merupakan gabungan dari ketiga budaya politik sebelumnya, yaitu budaya politik kewarganenagraan (Civic Culture).

4. Budaya Politik Kewarganegaraan (civic culture).

Budaya Politik Kewarganegaraan merupakan gabungan atau kombinasi ciri dari ketiga budaya politik parokial, subjek, dan partisipan.

Dalam budaya politik kewarganegaraan, umumnya orientasi politiknya pada budaya politik partisipan, dikombinasi secara seimbang dengan berorientasi pada budaya politik subjek dan parokial.

Lalu.. Bagaimana budaya politik di Indonesia? Apakah masyarakat indonesia berbudaya politik parokial, partisipan, subjek atau berbudaya politik campuran?

Klasifikasi-budaya-politik-dan-ciri-cirinya.Klik.disini.

Dalam hal ini, para ahli politik di Indonesia memiliki keberagaman pendapat. Keberagaman sangat mungkin terjadi oleh karena mereka melihat persoalan politik dari sudut pandang yang berbeda menggunakan sudut pandang mereka masing – masing.

5. Budaya Politik Campuran Indonesia Menurut Kanta Prawira.

Dalam bukunya menjelaskan bahwa terdapat beberapa ciri dari budaya politik yang berkembang di Indonesia, yaitu;

a. Adanya subbudaya yang beraneka ragam yang disebabkan oleh keberagaman suku yang masing – masing dari suku tersebut memiliki budayanya secara tersendiri.

b. Sifat ikatan primordial yang masih kuat melalui indikator sentimen kedaerahan, kesukuan dan kegamanaan.

Pengertian-dan-contoh-partisipasi-politik.Klik.Disini.

c. Kecenderungan budaya politik Indonesia yang masih kukuh terhadap sifat paternalisme dan sifat patrimonial. Sebagai indikator, misalnya sifat bapakisme (asal bapak senang-ABS), menurut petunjuk pimpinan.

d.Budaya politik Indonesia bersifat parokial subjek disuatu pihak dan partisipan di satu pihak yang lainnya.

6. Budaya Politik Campuran Indonesia Menurut Affan Gaffar.

Dalam bukunya Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi mengidentifikasi budaya politik Indonesia sebagai berikut.

Jelaskan Budaya Politik Campuran Menurut Almond dan Verba

a. Memiliki Hierarki yang Tegas dalam Budaya Politik.

Sebagian besar masyarakat bersifat hierarkis yang menunjukkan adanya perbedaan antara di atas dan di bawah.

Yang memgang jabatan disebut pejabat dan warga negara disebut dengan bawahan atau rakyat kebanyakan. 

Pengertian-fungsi-ciri-suprastruktur-politik-indonesia.Klik.disini.

Mereka yang diataslah yang merasa berhak memimpin, berbuat benar, baik hati dan melindungi, sedangkan rakyat dianggap hanya tunduk dan patuh saja dan memang seharusnya taat pada pemimpin.

b. Kecenderungan Budaya Politik Patronage.

Kecenderungan patronage, yaitu kecenderungan pembentukan hubungan baik dikalangan penguasa dan masyarakat atau pola hubungan patron-client.

Dalam pola hubungan ini, adanya dua individu yang terdiri atas satu sebagai patron (bapak), sedangkan satunya lagi sebagai client (anak).

Mereka melakukan hubungan timbal balik layaknya anak dan bapak dimana sang bapak bersifat memberi dan melindungi, sedangkan anak menerima dan patuh. Pola hubungan ini terdapat dalam masyarakat dan birokrasi.

c. Kecenderungan Budaya Politik Neo-Patrimonialistik.

Kecenderungan akan munculnya budaya politik yang bersifat Neo-Patrimonialistik sebab negara memiliki atribut atau kelengkapan yang sudah modern atau rasional, tetapi juga masih menunjukkan atribut yang patrimonial.

Pengertian-dan-kekuatan-infrastruktur-sistem-politik-indonesia.Klik.Disini.

Negara masih dianggap sebagai milik pribadi atau kelompok pribadi sehingga diperlakukan layaknya sebauh keluarga.

7. Budaya Politik Campuran Menurut Nazaruddin Syamsudin.

Menurutnya bahwa ia justru mempertanyakan bahwa apakah betul kita sudah memiliki budaya politik nasional ? Yang manakah sebenarnya budaya politik nasional itu ?

Oleh karena bangsa Indonesia adalah bangsa yang heterogen atas dasar suku, daerah dan agama maka di Indonesia banyak subbudaya politik.

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang berprinsip Bhinneka Tunggal Ika sehingga semua bentuk subbudaya yang ada di Indonesia adalah budaya politik nasional.

Pernyataam Nazar tersebut mengandung makna bahwa yang kita katakan sebagia budaya politik nasional masih merupakan kolaborasi dari semua subbudaya politik, yang diangkat ke tingkat nasional oleh para pelaku politik.

Sebab berbagai budaya politik itu dbawah ke tingkat nasional maka terjadilah interaksi antar subbudaya politik.

Contohnya, ada orang jawa dan orang batak menjadi pejabat di kementrian maka bertemulah subbudaya politik jawa dan batak ditingkat nasional.

Dari semua penjelasan diatas, maka yang patut kita lakukan adalah mengembangkan budaya politik yang sesuai dengan sistem politik Indonesia yang temaktub dalam UUD 1945 pasal 1 ayat 2 adalah sistem politik demokrasi, yaitu kedaulatan ditangan rakayat dan dilaksanakan menurut undang – undang dasar.

Jadi dapat kita simpulkan bahwa budaya politik di indonesia yang patut kita kembangkan adalah budaya politik partisipan sebab budaya politik partisipan sangat sesuai dengan sistem politik demokrasi di Indonesia.

Demikian uraian singkat tentang budaya politik campuran menurut almond dan verba serta pendapat ahli yang lainnya. Semoga bermanfaat dan terimakasih.